BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Konflik yang muncul dalam suatu kelompok
dapat ditimbulkan dari berbagai faktor. Sebagian besar faktor yang paling
dominan yang muncul dalam suatu organisasi berasal dari dalam diri individu
yang ada pada suatu organisasi. Namun, tak dapat dipungkiri faktor yang lain
juga mempengaruhi adanya suatu konflik yang muncul dalam organisasi.
Adanya konflik dari suatu organisasi
tentunya memerlukan penyelesaian agar konflik yang ada tidak menganggu
berlangsungnya kehidupan suatu organisasi. Konfik yang ada tentunya akan
membawa suatu dampak pada perusahaan. Adanya konflik umumnya selalu dianggap
akan merugikan perusahaan, namun bila konflik yang ada dapat dikelola dengan
baik maka konflik itu akan menjadi sebuah keuntungan yang dapat diambil oleh
perusahaan.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa saja faktor - faktor yang
menimbulkan terjadinya konflik dalam suatu organisasi?
2.
Apa saja tipe – tipe konflik dalam suatu organisasi?
3.
Bagaimana tahapan konflik dalam suatu
organisasi?
4.
Dampak apa saja yang dapat ditimbulkan
dari adanya suatu konflik?
C. Tujuan
Penulisan
1. Memahami
faktor – faktor yang dapat menimbulkan suatu konflik dalam organisasi.
2. Mengetahui
tipe – tipe konflik yang ada dalam suatu organisasi.
3. Mengkaji
tahapan - tahapan terjadinya konflik dalam suatu organisasi.
4. Mengetahui
dampak yang ditimbulkan adanya konflik dalam suatu organisasi.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
Pengertian
Konflik
Konflik
berasal dari bahasa Laitn: Confligo,
terdiri dari dua kata yaitu “con” berarti bersama-sama dan “fligo”
yang berarti pemogokan, penghancuran atau peremukan. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,
Poerwadarminta, (1976:519) kata konflik berarti pertentangan atau
percekcokan.
Menurut
Webster, (1974:213) dalam Daniel Carolus Kambey dikatakan bahwa kata konflik
diserap dari bahasa Inggris, Conflict
yang berarti: pertarungan (a fight),perbuatan kekerasan (struggle),
persengketaan (a controversy), perlawanan yang aktif (active 4 opposition hostility).
Menurut
Nardjana (1994). Konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau kehendak
yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu
atau keduanya saling terganggu.
Menurut
Killman dan Thomas (1978), konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan
antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri
individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah
dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau
stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja (Wijono,1993, p.4)
Menurut Prof. DR. Winardi, konflik
berarti adanya oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang,
kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi.
Menurut Stoner dan Wankel (1986)
Konflik organisasi adalah ketidaksesuaian antara 2 anggota organisasi atau
lebih yang timbul karena fakta bahwa mereka harus berbagi dalam hal mendapatkan
sumber daya yang terbatas, atau aktivitas pekerjaan, atau karena fakta bahwa
mereka memiliki status, tujuan, nilai atau persepsi yang berbeda.
Dari
beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa konflik adalah segala macam
interaksi pertentangan atau antogonistik antara dua atau lebih pihak, Sukanto,
(1996:231).
Dengan
kata lain konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu
lain, kelompok dengan kelompok lain pada
level yang berbeda-beda karena beberapa
alasan/penyebab utama, yaitu tujuan yang ingin dicapai, dan
alokasi sumber-sumber yang dibagikan.
Disamping itu, sikap antagonistis dan kontroversi yang ditunjukkan oleh
seseorang dalam situasi dan peristiwa tertentu juga menjadi pemicu munculnya konflik dalam suatu
organisasi.
Organisasi
Menurut
ERNEST DALE, Organisasi adalah suatu proses perencanaan yang meliputi
penyusunan, pengembangan, dan pemeliharaan suatu struktur atau pola
hubunngan kerja dari orang-orang dalam suatu kerja kelompok.
Menurut CYRIL SOFFER,
Organisasi adalah perserikatan orang-orang yang masing-masing diberi peran
tertentu dalam suatu system kerja dan pembagian dalam mana pekerjaan itu
diperinci menjadi tugas-tugas, dibagikan kemudian digabung lagi dalam beberapa
bentuk hasil.
Menurut KAST & ROSENZWEIG, Organisasi adalah sub system
teknik, sub system structural, sub system pshikososial dan sub system
manajerial dari lingkungan yang lebih luas dimana ada kumpulan orang-orang
berorenteasi pada tujuan.
Dari definisi diatas, organisasi bisa
diartikan sebagai suatu alat atau wadah kerjasama untuk mencapai tujuan bersama
dengan pola tertentu yang perwujudannya memiliki kekayaan baik fisik
maupun non fisik. Sehingga bisa dimungkinkan terjadinya suatu konflik dalam
sebuah organisasi yang dikarenakan oleh adanya ketidakselarasan tujuan,
perbedaan interpretasi fakta, ketidaksepahaman yang disebabkan oleh ekspektasi
perilaku dan sebagainya.
BAB
III
PEMBAHASAN
Faktor
– faktor yang menimbulkan konflik
1.
Faktor Komunikasi
Faktor komunikasi dapat menjadi penyebab
konflik ketika para anggota dalam sebuah organisasi maupun antar organisasi
tidak dapat atau tidak mau untuk saling mengerti dan saling memahami dalam
berbagai hal dalam organisasi. Terjadinya salah pengertian yang berkenaan dengan
kalimat, bahasa yang sulit dimengerti, atau informasi yang mendua dan tidak
lengkap serta gaya individu manajer yang tidak konsisten ketika berkomunikasi juga dapat menyebabkan
terjadinya konflik.
2.
Faktor Struktur Tugas dan Struktur
Organisasi
Struktur
tugas dapat menyebabkan konflik ketika sebagian anggota tidak bisa memahami
pekerjaan mereka dari struktur tugas yang ada, atau juga terjadi
ketidaksesuaian dalam hal pembagian kerja, maupun prosedur kerja yang tidak
dipahami.
Struktur
organisasi dapat menyebabkan konflik ketika sebagian anggota merasa tidak cocok
untuk berada di suatu bagian dalam organisasi, atau juga bisa berupa adanya
upaya untuk meraih satu posisi tertentu, maupun berbagai hal lainnya yang
terkait dengan posisi atau bagian yang ada dalam organisasi.
3. Faktor
Personal
Faktor
personal dapat menjadi sumber konflik dalam organisasi ketika individu-individu
dalam organisasi tidak dapat saling memahami satu sama lain, sehingga terjadi
berbagai persoalan yang dapat mendorong terjadinya konflik antar individu, baik
di dalam satu bagian tertentu maupun antar bagian tertentu dalam organisasi.
Terjadinya
konflik yang timbul dalam suatu
organisasi akibat perbedaan latar
belakang, etnis, suku, agama, tujuan, dan kepribadian antar individu. Konflik
semacam ini juga bisa muncul karena antar individu dibedakan oleh peranan
masing-masing dalam organisasi seperti direktur dengan manajer, manajer dengan
mandor, dan mandor dengan para buruh
atau sebaliknya. Perbedaan peran tentunya memunculkan perbedaan tujuan,
orientasi, dan kepentingan masing-masing.
Faktor
lain yang menyebabkan timbulnya konflik dalam diri seseorang adalah pendirian
dan perasaan. Perbedaan
pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat
menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial,
seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.
Perbedaan
latar belakang kebudayaan sehingga
membentuk pribadi-pribadi yang berbeda. Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola
pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya
akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
4. Faktor
Lingkungan
Faktor
lingkungan dapat menjadi sumber konflik ketika lingkungan di mana setiap
individu bekerja tidak mendukung tewujudnya suasana kerja yang kondusif bagi
efektivitas pekerjaan yang dilakukan oleh setiap orang maupun setiap kelompok
kerja. Misalnya lingkungan yang kurang ventilasi, panas, hingga penataan antar
bagian yang tidak sesuai dengan keinginan para pekerja dapat menjadi contoh
faktor lingkungan yang bisa memicu terjadinya konflik.
Termasuk
ke dalam faktor ini adalah ketersediaan fasilitas fisik bagi para anggota.
Anggota yang memperoleh fasilitas yang lebih baik dibandingkan yang lain,
padahal berada pada tingkatan manajemen yang sama misalnya, akan menjadi salah
satu sumber terjadinya konflik.
Jenis - Jenis Konflik dalam
Organisasi
1.
Konflik Intrapersonal
Konflik
intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi
bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin
dipenuhi sekaligus.
Sebagaimana
diketahui bahwa dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-hal
sebagai berikut:
· Sejumlah
kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang bersaing
· Beraneka
macam cara yang berbeda yang mendorong peranan-peranan dan
kebutuhan-kebutuhan itu
terlahirkan.
· Banyaknya
bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi di antara dorongan dan
tujuan.
· Terdapatnya
baik aspek yang positif maupun negatif yang menghalangi tujuan-tujuan yang
diinginkan.
Hal-hal
di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya acapkali
menimbulkan konflik. Kalau konflik
dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan.
2.
Konflik Interpersonal
Konflik
Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena
pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua
orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain.
Konflik
interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku
organisasi, karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari
beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempengaruhi proses
pencapaian tujuan organisasi tersebut.
3. Konflik
antara individu dengan kelompok
Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu
menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada
mereka oleh kelompok kerja mereka. Konflik ini muncul jika individu gagal menyesuaikan diri dengan
norma - norma kelompok tempat ia bekerja. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa
seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat
mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.
4. Konflik
antar kelompok dalam organisasi yang sama
Konflik ini
merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi. Konflik
ini terjadi karena masing - masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan
masing-masing berupaya untuk mencapainya. Misalnya, konflik antar lini dan
staf, pekerja dan pekerja – manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar
kelompok.
5. Konflik
antar organisasi
Konflik ini terjadi jika tindakan
yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Konflik antar
organisasi, timbul sebagai akibat persaingan bisnis, persaingan memperoleh
pengakuan/pengaruh dari masyarakat, kesalahpahaman antar individu anggota
organisasi saja tetapi mengakibatkan eskalasi
masalahnya melibatkan masing-masing organisasi sehingga pihak manajemen
harus turun tangan. Dari sisi bisnis, perang harga, perebutan pangsa
pasar, pengembangan produk, dan kemajuan teknolgi menimbulkan konflik sesama
organisasi.
PROSES KONFLIK
Tahap
I
|
Tahap II
|
Tahap
III
|
Tahap IV
|
Tahap
V
|
|
Oposisi atau ketidakcocokan potensial
|
Kognisi dan personalisasi
|
Maksud Penanganan Konflik
|
Perilaku
|
Hasil
|
|
Timbulnya konflik secara umum dimulai dari adanya
sikap oposisi atau ketidakcocokan potensial. Faktor-faktor yang memancing
kemunculan konflik antara lain komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.
Hambatan komunikasi banyak berperan dalam munculnya sebuah konflik, antara lain
perbedaan gaya bahasa,dan media komunikasi yang kurang memadai. Adapun struktur
yang dikatakan sebagai salah satu penyebab konflik meliputi ukuran dan derajat
spesialisasi tugas, kejelasan aturan, kesesuaian anggota dengan tujuan, gaya
kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok satu
dengan lainnya. Dari sisi pribadi, faktor yang bisa merangsang timbulnya
konflik adalah sistem nilai individual tiap orang dan karakteristik kepribadian
yang menyebabkan kekhasan dan perbedaan individual.
Tahap II: Kognisi dan
Personalisasi
Konflik yang dipersepsikan (perceived conflict)
terjadi ketika setidaknya satu kelompok mulai sadar akan kemungkinan munculnya
konflik terbuka akibat suatu situasi tertentu. Konflik yang dipersepsikan ini
dapat menyebabkan konflik yang dirasakan (felt conflict), namun mungkin juga
tidak. Istilah dirasakan menunjukkan adanya peningkatan keterlibatan emosional.
Konflik ini terasa dalam bentuk kecemasan, ketegangan, dan/atau permusuhan.
Pihak-pihak yang terlibat dapat menjadi termotivasi untuk mengurangi
emosi-emosi negatif karena perasaan-perasaan ini menimbulkan ketidaknyamanan.
Pada tahap selanjutnya maka akan terjadi konflik
yang termanifestasi. Artinya, pihak-pihak yang saling berseteru terlibat secara
aktif dalam konflik. Serangkaian yang bersifat verbal, tertulis, atau bahkan
serangan fisik terjadi pada tahap ini.
Tahap III: Maksud
Maksud diterjemahkan sebagai keputusan untuk
bertindak dalam suatu cara tertentu. Untuk penanganan konflik, maksud-maksud
yang diindentifikasi termasuk diantaranya
adalah
sebagai berikut:
1.
Bersaing: hasrat untuk memuaskan kepentingan sendiri dan tidak peduli dampaknya
terhadap pihak-pihak lain pada sebuah konflik
2.
Berkolaborasi: Suatu situasi yang didalamnya terdapat pihak-pihak yang saling berkeinginan
untuk memuaskan sepenuhnya kepentingan dari semua pihak
3.
Menghindar: hasrat untuk menarik diri dari suatu konflik, atau keinginan untuk menekan
konflik yang ada
4.
Mengakomodasi: kesediaan dari satu pihak
untuk meletakkan kepentingan lawannya di atas kepentingannya
5.
Berkompromi: Suatu situasi yang didalamnya terdapat pihak yang bersedia mengkorbankan
atau melepaskan sesuatu.
Selama terjadinya konflik, maksud yang dirasakan
atau ditujukan salah satu pihak belum tentu sama, hal ini disebabkan oleh
konseptualisasi ulang atau reaksi emosional yang dapat berubah-ubah.
Tahap IV: Perilaku
Pada tahap inilah konflik tampak nyata karena
perilaku yang diwujudkan melalui pernyataan, tindakan, dan reaksi di antara
pihak-pihak yang berkonflik dengan mudah bisa diamati. Berikut ini
merupakan perilaku adanya suatu konflik
seperti: Upaya terang-terangan untuk menghancurkan pihak lain, serangan fisik
yang agresif ,serangan verbal yang tegas, pertanyaan atau tantangan
terang-terangan terhadap pihak lain ,ketidaksepakatan atau salah paham kecil serta
ancaman dan ultimatum.
Tahap V: Hasil
Hasil yang ditimbulkan dari aksi reaksi antara
pihak-pihak yang berkonflik terbagi dalam dua kategori, yakni hasil fungsional
dan hasil difungsional. Sebuah konflik dapat membawa hasil fungsional; hasil
yang meningkatkan kinerja kelompok atau organisasi secara umum.
Di sisi lain untuk hasil yang disfungsional atau
merugikan organisasi dengan mudahnya kita menemukan contoh-contoh seperti
kurang padunya kelompok, pertikaian-pertikaian yang membuat masing-masing orang
mementingkan diri atau kelompok di atas kepentingan organisasi fungsional
meskipun pada kenyataannya banyak konflik yang justru mendorong dinamika dan
kemajuan organisasi.
Dampak
Konflik
v
Pengaruh Positif dari Konflik
1.
Organisasi memiliki dinamika dan jalinan yang akrab
satu sama lain karena adanya interaksi yang intensif antar sesama anggota
organisasi baik yang terlibat langsung dengan konflik maupun yang lain. Konflik
antar individu atau antar kelompok yang diselesaikan dengan damai dan adil akan
membawa keharmonisan dan kebersamaan yang saling menguatkan.
2.
Orang-orang yang pernah berkonflik memahami akan dampak
yang diakibatkan oleh konflik yang dilakukan, sehingga pengalaman masa lalu
dapat dijadikan sebagai pelajaran berharga dalam bekerja. Jika harus terjadi
konflik serupa, maka satu sama lain akan saling berusaha memahami dan
menyelaraskan dengan lingkungan di mana berada.
3.
Konflik yang timbul tetapi bisa diredam dan dikelola
secara baik dapat melahirkan kritik-kritik membangun, cerdas, kreatif, dan
inovatif demi kebaikan organisasi secara keseluruhan baik jangka pendek maupun
jangka panjang.
4.
Anggota organisasi yang tidak terlibat secara langsung
dalam suatu konflik, dapat mengambil hikmah dan bisa belajar bagaimana
menghadapi perbedaan sifat, sikap, dan perilaku orang lain di tempat kerja.
5.
Meningkatnya ketertiban
dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu bekerja, seperti hampir tidak pernah
ada karyawan yang absen tanpa alasan yang jelas, masuk dan pulang kerja tepat
pada waktunya, pada waktu jam kerja setiap karyawan menggunakan waktu secara
efektif, hasil kerja meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya.
6.
Meningkatnya hubungan
kerjasama yang produktif. Hal ini terlihat dari cara pembagian tugas dan
tanggung jawab sesuai dengan analisis pekerjaan masing-masing.
7.
Meningkatnya motivasi
kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat antar pribadi maupun antar kelompok
dalam organisasi, seperti terlihat dalam upaya peningkatan prestasi kerja,
tanggung jawab, dedikasi, loyalitas, kejujuran, inisiatif dan kreativitas.
8.
Semakin berkurangnya
tekanan-tekanan, intrik-intrik yang dapat membuat stress bahkan produktivitas kerja
semakin meningkat. Hal ini karena karyawan memperoleh perasaan-perasaan aman,
kepercayaan diri, penghargaan dalam keberhasilan kerjanya atau bahkan bisa
mengembangkan karier dan potensi dirinya secara optimal.
9.
Banyaknya karyawan yang
dapat mengembangkan kariernya sesuai dengan potensinya melalui pelayanan
pendidikan (education), pelatihan (training) dan konseling (counseling) dalam
aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Semua ini bisa menjadikan tujuan
organisasi tercapai dan produktivitas kerja meningkat akhirnya
v
Pengaruh Negatif dari Konflik
1. Komunikasi
organisasi terhambat.
2. Kerjasama yang sudah dan akan terjalin antar individu
dalam organisasi menjadi terhalang/terhambat.
3. Aktivitas produksi dan distribusi dalam perusahaan menjadi
terganggu, bahkan sangat mungkin dapat mengakibatkan turunnya omset penjualan
dalam kurun waktu tertentu.
4. Masing-masing pihak yang berkonflik sangat rentan tersulut
adanya situasi atau hal lain yang memancing kedua belah pihak untuk berkonflik
lagi.
5. Bekerja dalam situasi yang sedang ada konflik menyebabkan
orang yang tidak ikut berkonflik pun ikut merasakan dampaknya seperti situasi
kerja yang tidak kondusif, antar pegawai/karyawan muncul saling mencurigai,
salah paham, dan penuh intrik yang mengganggu hubungan antar individu.
6. Individu yang sedang berkonflik merasa cemas, stres,
apatis, dan frustasi terhadap situasi yang sedang dihadapi. Bekerja dalam
situasi dan kindisi psikologis seseorang seperti ini tentunya dapat menyebabkan
menurunnya etos kerja yang akhirnya merugikan produktivitas
organisasi/perusahaan secara luas.
7. Akibat terburuk bagi orang-orang yang sedang berkonflik
dalam suatu organisasi adalah stres yang berkepanjangan hingga menarik diri
dari pergaulan dan mangkir dari pekerjaan. Akibat akumulasi dari kondisi ini
adalah yang bersangkutan berhenti atau diberhentikan dari pekerjaan karena
seringnya mangkir dari pekerjaan sehingga dapat merugikan perusahaan.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Konflik dapat diterjemahkan sebagai penggerak sekaligus
perusak organisasi. Itu semua tergantung pada sejauhmana konflik memberikan
pengaruh terhadap kinerja dan produktivitas organisasi. Mengacu pada
keberadaannya yang didambakan namun terkadang dihindari, maka konflik
seharusnya dikelola organisasi baik secara formal maupun informal
baik
dari sisi pengembangan iklim konflik fungsional maupun menangani konflik itu sendiri
sampai pada bagaimana menata hubungan antar kelompok dalam organisasi.
Pengelolaan konflik itu sendiri hendaknya juga
memperhatikan dari sisi efisiensi biaya. Bukan berarti organisasi tidak
diperkenankan mengambil langkah pengelolaan konflik yang berbiaya tinggi, hanya
saja harus memperhatikan kualitas apa yang sebenarnya akan dicapai.
Selain menjadi ancaman suatu
organisasi, adanya konflik juga dapat memberikan kontribusi positif bagi suatu
organisasi jika konflik yang ada dapat dikelola dengan baik oleh manajemen
organisasi.
Saran
Dalam suatu organisasi pastinya akan muncul suatu
konflik, maka dari itu di butuhkan peran aktif manajer sebagai penggerak dan
pengelola suatu organisasi. Agar anggota organisasi dapat menghadapi konflik
yang ada dengan kepala yang dingin tanpa adanya emosi yang akan menyebabkan
suatu perpecahan dalam organisasi.
Cara yang dapat dilakukan manajer untuk menghadapi
konflik yang muncul dalam organisasinya yaitu sebaiknya dengan membangun suatu
komunikasi yang efektif dan bersifat kekeluargaan diantara para anggota agar
kohesivitas suatu kelompok dapat terjaga dengan baik. Cara ini berguna untuk
menghindari dampak negatif dari konflik.
Selain itu, sebaiknya manajer membekali dirinya dengan kemampuan untuk
menghadapi konflik yang ada (manajemen konflik) sehingga saat konflik itu
muncul, maka manajer dapat dengan mudah mengatasi konflik tersebut.
No comments:
Post a Comment