CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Tuesday, May 21, 2013

Konflik dalam Organisasi


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Organisasi terdiri dari berbagai macam komponen yang berbeda dan saling memiliki ketergantungan dalam proses kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Perbedaan  yang  ada dalam suatu organisasi tersebut tentu memungkinkan terjadinya suatu  ketidakcocokan yang mungkin akan menjadi penyebab timbulnya suatu konflik. Konflik yang muncul akan menjadi masalah yang serius dalam suatu kelompok jika tidak tidak cepat diselesaikan.   
Konflik yang muncul dalam suatu kelompok dapat ditimbulkan dari berbagai faktor. Sebagian besar faktor yang paling dominan yang muncul dalam suatu organisasi berasal dari dalam diri individu yang ada pada suatu organisasi. Namun, tak dapat dipungkiri faktor yang lain juga mempengaruhi adanya suatu konflik yang muncul dalam organisasi.
Adanya konflik dari suatu organisasi tentunya memerlukan penyelesaian agar konflik yang ada tidak menganggu berlangsungnya kehidupan suatu organisasi. Konfik yang ada tentunya akan membawa suatu dampak pada perusahaan. Adanya konflik umumnya selalu dianggap akan merugikan perusahaan, namun bila konflik yang ada dapat dikelola dengan baik maka konflik itu akan menjadi sebuah keuntungan yang dapat diambil oleh perusahaan.

B.     Rumusan Masalah
1.         Apa saja faktor - faktor yang menimbulkan terjadinya konflik dalam suatu organisasi?
2.         Apa saja  tipe – tipe konflik dalam suatu organisasi?
3.         Bagaimana tahapan konflik dalam suatu organisasi?
4.         Dampak apa saja yang dapat ditimbulkan dari adanya suatu konflik?


C.     Tujuan Penulisan
1.      Memahami faktor – faktor yang dapat menimbulkan suatu konflik dalam organisasi.
2.      Mengetahui tipe – tipe konflik yang ada dalam suatu organisasi.
3.      Mengkaji tahapan - tahapan terjadinya konflik dalam suatu organisasi.
4.      Mengetahui dampak yang ditimbulkan adanya konflik dalam suatu organisasi.


BAB II
LANDASAN TEORI

Pengertian Konflik
Konflik berasal dari bahasa Laitn:  Confligo, terdiri dari dua kata yaitu  “con”  berarti bersama-sama dan  “fligo”  yang berarti pemogokan, penghancuran atau peremukan.  Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, Poerwadarminta, (1976:519) kata konflik berarti pertentangan atau percekcokan. 
Menurut Webster, (1974:213) dalam Daniel Carolus Kambey dikatakan bahwa kata konflik diserap dari bahasa  Inggris,  Conflict  yang berarti:  pertarungan  (a fight),perbuatan kekerasan  (struggle),    persengketaan  (a controversy),  perlawanan yang aktif  (active 4 opposition hostility).
Menurut Nardjana (1994). Konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.
Menurut Killman dan Thomas (1978), konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja (Wijono,1993, p.4)
Menurut Prof. DR. Winardi, konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi.  
Menurut Stoner dan Wankel (1986) Konflik organisasi adalah ketidaksesuaian antara 2 anggota organisasi atau lebih yang timbul karena fakta bahwa mereka harus berbagi dalam hal mendapatkan sumber daya yang terbatas, atau aktivitas pekerjaan, atau karena fakta bahwa mereka memiliki status, tujuan, nilai atau persepsi yang berbeda.  
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa konflik adalah segala macam interaksi pertentangan atau antogonistik antara dua atau lebih pihak, Sukanto, (1996:231).
Dengan kata lain konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok  lain pada level yang berbeda-beda  karena beberapa alasan/penyebab utama, yaitu tujuan yang ingin dicapai,  dan  alokasi sumber-sumber yang dibagikan.  Disamping itu, sikap antagonistis dan kontroversi yang ditunjukkan oleh seseorang dalam situasi dan peristiwa tertentu juga menjadi  pemicu munculnya konflik dalam suatu organisasi.
Organisasi
Menurut ERNEST DALE, Organisasi adalah suatu proses perencanaan yang meliputi penyusunan, pengembangan, dan pemeliharaan suatu  struktur atau pola hubunngan kerja dari orang-orang dalam suatu kerja kelompok.
 Menurut CYRIL SOFFER, Organisasi adalah perserikatan orang-orang yang masing-masing diberi peran tertentu dalam suatu system kerja dan pembagian dalam mana pekerjaan itu diperinci menjadi tugas-tugas, dibagikan kemudian digabung lagi dalam beberapa bentuk hasil.
Menurut KAST & ROSENZWEIG, Organisasi adalah sub system teknik, sub system structural, sub system pshikososial dan sub system manajerial dari lingkungan yang lebih luas dimana ada kumpulan orang-orang berorenteasi pada tujuan.
Dari definisi diatas, organisasi bisa diartikan sebagai suatu alat atau wadah kerjasama untuk mencapai tujuan bersama dengan pola tertentu  yang perwujudannya memiliki kekayaan baik fisik maupun non fisik. Sehingga bisa dimungkinkan terjadinya suatu konflik dalam sebuah organisasi yang dikarenakan oleh adanya ketidakselarasan tujuan, perbedaan interpretasi fakta, ketidaksepahaman yang disebabkan oleh ekspektasi perilaku dan sebagainya.
BAB III
PEMBAHASAN

Faktor – faktor yang menimbulkan konflik
1.         Faktor Komunikasi
Faktor komunikasi dapat menjadi penyebab konflik ketika para anggota dalam sebuah organisasi maupun antar organisasi tidak dapat atau tidak mau untuk saling mengerti dan saling memahami dalam berbagai hal dalam organisasi. Terjadinya salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti, atau informasi yang mendua dan tidak lengkap serta gaya individu manajer yang tidak konsisten  ketika berkomunikasi juga dapat menyebabkan terjadinya konflik.
2.         Faktor Struktur Tugas dan Struktur Organisasi
Struktur tugas dapat menyebabkan konflik ketika sebagian anggota tidak bisa memahami pekerjaan mereka dari struktur tugas yang ada, atau juga terjadi ketidaksesuaian dalam hal pembagian kerja, maupun prosedur kerja yang tidak dipahami.
Struktur organisasi dapat menyebabkan konflik ketika sebagian anggota merasa tidak cocok untuk berada di suatu bagian dalam organisasi, atau juga bisa berupa adanya upaya untuk meraih satu posisi tertentu, maupun berbagai hal lainnya yang terkait dengan posisi atau bagian yang ada dalam organisasi.

3.      Faktor Personal
Faktor personal dapat menjadi sumber konflik dalam organisasi ketika individu-individu dalam organisasi tidak dapat saling memahami satu sama lain, sehingga terjadi berbagai persoalan yang dapat mendorong terjadinya konflik antar individu, baik di dalam satu bagian tertentu maupun antar bagian tertentu dalam organisasi.
Terjadinya konflik yang timbul  dalam suatu organisasi akibat perbedaan  latar belakang, etnis, suku, agama, tujuan, dan kepribadian antar individu. Konflik semacam ini juga bisa muncul karena antar individu dibedakan oleh peranan masing-masing dalam organisasi seperti direktur dengan manajer, manajer dengan mandor, dan  mandor dengan para buruh atau sebaliknya. Perbedaan peran tentunya memunculkan perbedaan tujuan, orientasi, dan kepentingan masing-masing.
Faktor lain yang menyebabkan timbulnya konflik dalam diri seseorang adalah pendirian dan perasaan. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.
Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda. Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

4.      Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan dapat menjadi sumber konflik ketika lingkungan di mana setiap individu bekerja tidak mendukung tewujudnya suasana kerja yang kondusif bagi efektivitas pekerjaan yang dilakukan oleh setiap orang maupun setiap kelompok kerja. Misalnya lingkungan yang kurang ventilasi, panas, hingga penataan antar bagian yang tidak sesuai dengan keinginan para pekerja dapat menjadi contoh faktor lingkungan yang bisa memicu terjadinya konflik.
Termasuk ke dalam faktor ini adalah ketersediaan fasilitas fisik bagi para anggota. Anggota yang memperoleh fasilitas yang lebih baik dibandingkan yang lain, padahal berada pada tingkatan manajemen yang sama misalnya, akan menjadi salah satu sumber terjadinya konflik. 

Jenis - Jenis Konflik dalam Organisasi
1.         Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-hal
sebagai berikut:
·      Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang bersaing
·      Beraneka macam cara yang berbeda yang mendorong peranan-peranan dan
kebutuhan-kebutuhan itu terlahirkan.
·      Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi di antara dorongan dan
tujuan.
·      Terdapatnya baik aspek yang positif maupun negatif yang menghalangi tujuan-tujuan yang diinginkan.

Hal-hal di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya acapkali menimbulkan konflik.  Kalau konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan.

2.   Konflik Interpersonal
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain.
Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi, karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempengaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.
3.    Konflik antara individu dengan kelompok
            Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka. Konflik ini muncul  jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma - norma kelompok tempat ia bekerja. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.

4.      Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama
Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi. Konflik ini terjadi karena masing - masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya. Misalnya, konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja – manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok.


5.      Konflik antar organisasi
            Konflik ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif  bagi organisasi lainnya. Konflik antar organisasi, timbul sebagai akibat persaingan bisnis, persaingan memperoleh pengakuan/pengaruh dari masyarakat, kesalahpahaman antar individu anggota organisasi saja tetapi mengakibatkan eskalasi  masalahnya melibatkan masing-masing organisasi sehingga pihak manajemen harus turun tangan.  Dari  sisi bisnis, perang harga, perebutan pangsa pasar, pengembangan produk, dan kemajuan teknolgi menimbulkan konflik sesama organisasi.



 PROSES KONFLIK

Tahap I
Tahap II
Tahap III
Tahap IV
Tahap V







Oposisi atau ketidakcocokan potensial
Kognisi dan personalisasi
Maksud Penanganan Konflik
Perilaku
Hasil



 

                                                                                                                                                                                    


Tahap I: Oposisi atau ketidakcocokan potensial
Timbulnya konflik secara umum dimulai dari adanya sikap oposisi atau ketidakcocokan potensial. Faktor-faktor yang memancing kemunculan konflik antara lain komunikasi, struktur, dan variabel pribadi. Hambatan komunikasi banyak berperan dalam munculnya sebuah konflik, antara lain perbedaan gaya bahasa,dan media komunikasi yang kurang memadai. Adapun struktur yang dikatakan sebagai salah satu penyebab konflik meliputi ukuran dan derajat spesialisasi tugas, kejelasan aturan, kesesuaian anggota dengan tujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok satu dengan lainnya. Dari sisi pribadi, faktor yang bisa merangsang timbulnya konflik adalah sistem nilai individual tiap orang dan karakteristik kepribadian yang menyebabkan kekhasan dan perbedaan individual.

Tahap II: Kognisi dan Personalisasi
Konflik yang dipersepsikan (perceived conflict) terjadi ketika setidaknya satu kelompok mulai sadar akan kemungkinan munculnya konflik terbuka akibat suatu situasi tertentu. Konflik yang dipersepsikan ini dapat menyebabkan konflik yang dirasakan (felt conflict), namun mungkin juga tidak. Istilah dirasakan menunjukkan adanya peningkatan keterlibatan emosional. Konflik ini terasa dalam bentuk kecemasan, ketegangan, dan/atau permusuhan. Pihak-pihak yang terlibat dapat menjadi termotivasi untuk mengurangi emosi-emosi negatif karena perasaan-perasaan ini menimbulkan ketidaknyamanan.
Pada tahap selanjutnya maka akan terjadi konflik yang termanifestasi. Artinya, pihak-pihak yang saling berseteru terlibat secara aktif dalam konflik. Serangkaian yang bersifat verbal, tertulis, atau bahkan serangan fisik terjadi pada tahap ini. 

Tahap III: Maksud
Maksud diterjemahkan sebagai keputusan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu. Untuk penanganan konflik, maksud-maksud yang diindentifikasi termasuk diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Bersaing: hasrat untuk memuaskan kepentingan sendiri dan tidak peduli dampaknya terhadap pihak-pihak lain pada sebuah konflik
2. Berkolaborasi: Suatu situasi yang didalamnya terdapat pihak-pihak yang saling berkeinginan untuk memuaskan sepenuhnya kepentingan dari semua pihak
3. Menghindar: hasrat untuk menarik diri dari suatu konflik, atau keinginan untuk menekan konflik yang ada
4.  Mengakomodasi: kesediaan dari satu pihak untuk meletakkan kepentingan lawannya di atas kepentingannya
5. Berkompromi: Suatu situasi yang didalamnya terdapat pihak yang bersedia mengkorbankan atau melepaskan sesuatu.

Selama terjadinya konflik, maksud yang dirasakan atau ditujukan salah satu pihak belum tentu sama, hal ini disebabkan oleh konseptualisasi ulang atau reaksi emosional yang dapat berubah-ubah.

Tahap IV: Perilaku
Pada tahap inilah konflik tampak nyata karena perilaku yang diwujudkan melalui pernyataan, tindakan, dan reaksi di antara pihak-pihak yang berkonflik dengan mudah bisa diamati. Berikut ini merupakan  perilaku adanya suatu konflik seperti: Upaya terang-terangan untuk menghancurkan pihak lain, serangan fisik yang agresif ,serangan verbal yang tegas, pertanyaan atau tantangan terang-terangan terhadap pihak lain ,ketidaksepakatan atau salah paham kecil serta ancaman dan ultimatum.

Tahap V: Hasil
Hasil yang ditimbulkan dari aksi reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik terbagi dalam dua kategori, yakni hasil fungsional dan hasil difungsional. Sebuah konflik dapat membawa hasil fungsional; hasil yang meningkatkan kinerja kelompok atau organisasi secara umum.
Di sisi lain untuk hasil yang disfungsional atau merugikan organisasi dengan mudahnya kita menemukan contoh-contoh seperti kurang padunya kelompok, pertikaian-pertikaian yang membuat masing-masing orang mementingkan diri atau kelompok di atas kepentingan organisasi fungsional meskipun pada kenyataannya banyak konflik yang justru mendorong dinamika dan kemajuan organisasi.






Dampak Konflik

v Pengaruh Positif dari Konflik
1.      Organisasi memiliki dinamika dan jalinan yang akrab satu sama lain karena adanya interaksi yang intensif antar sesama anggota organisasi baik yang terlibat langsung dengan konflik maupun yang lain. Konflik antar individu atau antar kelompok yang diselesaikan dengan damai dan adil akan membawa keharmonisan dan kebersamaan yang saling menguatkan.
2.      Orang-orang yang pernah berkonflik memahami akan dampak yang diakibatkan oleh konflik yang dilakukan, sehingga pengalaman masa lalu dapat dijadikan sebagai pelajaran berharga dalam bekerja. Jika harus terjadi konflik serupa, maka satu sama lain akan saling berusaha memahami dan menyelaraskan dengan lingkungan di mana berada.
3.      Konflik yang timbul tetapi bisa diredam dan dikelola secara baik dapat melahirkan kritik-kritik membangun, cerdas, kreatif, dan inovatif demi kebaikan organisasi secara keseluruhan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
4.      Anggota organisasi yang tidak terlibat secara langsung dalam suatu konflik, dapat mengambil hikmah dan bisa belajar bagaimana menghadapi perbedaan sifat, sikap, dan perilaku orang lain di tempat kerja.
5.      Meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu bekerja, seperti hampir tidak pernah ada karyawan yang absen tanpa alasan yang jelas, masuk dan pulang kerja tepat pada waktunya, pada waktu jam kerja setiap karyawan menggunakan waktu secara efektif, hasil kerja meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya.
6.      Meningkatnya hubungan kerjasama yang produktif. Hal ini terlihat dari cara pembagian tugas dan tanggung jawab sesuai dengan analisis pekerjaan masing-masing.
7.      Meningkatnya motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat antar pribadi maupun antar kelompok dalam organisasi, seperti terlihat dalam upaya peningkatan prestasi kerja, tanggung jawab, dedikasi, loyalitas, kejujuran, inisiatif dan kreativitas.
8.      Semakin berkurangnya tekanan-tekanan, intrik-intrik yang dapat membuat stress bahkan produktivitas kerja semakin meningkat. Hal ini karena karyawan memperoleh perasaan-perasaan aman, kepercayaan diri, penghargaan dalam keberhasilan kerjanya atau bahkan bisa mengembangkan karier dan potensi dirinya secara optimal.
9.      Banyaknya karyawan yang dapat mengembangkan kariernya sesuai dengan potensinya melalui pelayanan pendidikan (education), pelatihan (training) dan konseling (counseling) dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Semua ini bisa menjadikan tujuan organisasi tercapai dan produktivitas kerja meningkat akhirnya 

v Pengaruh Negatif dari Konflik
1.  Komunikasi organisasi terhambat.
2. Kerjasama yang sudah dan akan terjalin antar individu dalam organisasi menjadi terhalang/terhambat.
3. Aktivitas produksi dan distribusi dalam perusahaan menjadi terganggu, bahkan sangat mungkin dapat mengakibatkan turunnya omset penjualan dalam kurun waktu tertentu.
4. Masing-masing pihak yang berkonflik sangat rentan tersulut adanya situasi atau hal lain yang memancing kedua belah pihak untuk berkonflik lagi. 
5. Bekerja dalam situasi yang sedang ada konflik menyebabkan orang yang tidak ikut berkonflik pun ikut merasakan dampaknya seperti situasi kerja yang tidak kondusif, antar pegawai/karyawan muncul saling mencurigai, salah paham, dan penuh intrik yang mengganggu hubungan antar individu.
6. Individu yang sedang berkonflik merasa cemas, stres, apatis, dan frustasi terhadap situasi yang sedang dihadapi. Bekerja dalam situasi dan kindisi psikologis seseorang seperti ini tentunya dapat menyebabkan menurunnya etos kerja yang akhirnya merugikan produktivitas organisasi/perusahaan secara luas.
7. Akibat terburuk bagi orang-orang yang sedang berkonflik dalam suatu organisasi adalah stres yang berkepanjangan hingga menarik diri dari pergaulan dan mangkir dari pekerjaan. Akibat akumulasi dari kondisi ini adalah yang bersangkutan berhenti atau diberhentikan dari pekerjaan karena seringnya mangkir dari pekerjaan sehingga dapat merugikan perusahaan.



BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Konflik dapat diterjemahkan sebagai penggerak sekaligus perusak organisasi. Itu semua tergantung pada sejauhmana konflik memberikan pengaruh terhadap kinerja dan produktivitas organisasi. Mengacu pada keberadaannya yang didambakan namun terkadang dihindari, maka konflik seharusnya dikelola organisasi baik secara formal maupun informal
baik dari sisi pengembangan iklim konflik fungsional maupun menangani konflik itu sendiri sampai pada bagaimana menata hubungan antar kelompok dalam organisasi.
Pengelolaan konflik itu sendiri hendaknya juga memperhatikan dari sisi efisiensi biaya. Bukan berarti organisasi tidak diperkenankan mengambil langkah pengelolaan konflik yang berbiaya tinggi, hanya saja harus memperhatikan kualitas apa yang sebenarnya akan dicapai.
            Selain menjadi ancaman suatu organisasi, adanya konflik juga dapat memberikan kontribusi positif bagi suatu organisasi jika konflik yang ada dapat dikelola dengan baik oleh manajemen organisasi.

Saran
Dalam suatu organisasi pastinya akan muncul suatu konflik, maka dari itu di butuhkan peran aktif manajer sebagai penggerak dan pengelola suatu organisasi. Agar anggota organisasi dapat menghadapi konflik yang ada dengan kepala yang dingin tanpa adanya emosi yang akan menyebabkan suatu perpecahan dalam organisasi.
Cara yang dapat dilakukan manajer untuk menghadapi konflik yang muncul dalam organisasinya yaitu sebaiknya dengan membangun suatu komunikasi yang efektif dan bersifat kekeluargaan diantara para anggota agar kohesivitas suatu kelompok dapat terjaga dengan baik. Cara ini berguna untuk menghindari dampak negatif dari konflik.  Selain itu, sebaiknya manajer membekali dirinya dengan kemampuan untuk menghadapi konflik yang ada (manajemen konflik) sehingga saat konflik itu muncul, maka manajer dapat dengan mudah mengatasi konflik tersebut. 

No comments:

Post a Comment